http//salimtidore.blogspot.com
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Suatu kejahatan yang
termuat dalam buku II KUHP dengan macam-macam bentuk, sifat, dan akibat
hukumnya. Salah satu bab yang termaktub didalamnya menjelaskan tentang
kejahatan terhadap nyawa (pasal 338-350).
Kejahatan
terhadap nyawa yang dapat disebut dengan atau merampas jiwa orang lain. Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan atau merampas jiwa
orang lain adalah pembunuhan.
Kejahatan
yang tercantum dalam pasal 338-350 dengan segala unsur yang berbeda, sehingga
memunculkan macam-macam kejahatan diantaranya kejahatan itu ditujukan terhadap
jiwa manusia, jiwa anak yang sedang atau baru dilahirkan, dan kejahatan yang
ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan.
Unsur yang melandasi tindak kejahatan terhadap tubuh dapat membedakan hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya, unsur yang dapat membedakannya adalah unsur yang subyektif dan unsur obyektif.
Unsur yang melandasi tindak kejahatan terhadap tubuh dapat membedakan hukuman yang dapat dijatuhkan kepadanya, unsur yang dapat membedakannya adalah unsur yang subyektif dan unsur obyektif.
B.
RUMUSAN MASALAH
Oleh
karena itu, dapatlah ditarik sebuah hal yang menarik dalam rangkaian pertanyaan,
diantaranya:
1.
Apa sebenarnya pengertian dari
kejahatan terhadap nyawa?
2.
Bagaimana bentuk dan unsur dari tindakan
kejahatan terhadap nyawa?
3.
Akibat hukum yang diberikan kepada pelaku
kejahatan terhadap nyawa?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kejahatan
terhadap nyawa adalah penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum
yang dilindungi dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven)
manusia. Hal ini termuat dalam KUHP bab XIX dengan judul “kejahatan terhadap
nyawa” yang diatur dalam pasal 338-350.
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu:
1.
Atas dasar unsur kesalahannya
Berkenaan dengan tindak pidana terhadap
nyawa tersebut pada hakikatnya dapat dibedakan sebagai berikut:
a.
Dilakukan dengan sengaja yang diatur
dalam pasal bab XIX KUHP
b.
Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan
yang diatur bab XIX
c.
Karena tindak pidana lain yang
mengakibatkan kematian yang diatur dalam pasal 170, 351 ayat 3, dan lain-lain.
d.
Atas dasar obyeknya (nyawa)
Atas dasar obyeknya (kepentingan hukum
yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam
3 macam, yaitu:
Kejahatan
terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam pasal 338, 339, 340, 344, 345.
Kejahatan
terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam
pasal 341, 342, dan 343.
Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348, dan 349.
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara yang menimbulkan akibat tersebut. Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa dapat berwujud menembak dengan senjata, api, menikam dengan pisau, memberikan racun dalam makanan, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang bayi.
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 338.
Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam, yakni:
Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam pasal 346, 347, 348, dan 349.
Kejahatan terhadap nyawa ini disebut delik materiil yakni delik yang hanya menyebut sesuatu akibat yang timbul tanpa menyebut cara-cara yang menimbulkan akibat tersebut. Perbuatan dalam kejahatan terhadap nyawa dapat berwujud menembak dengan senjata, api, menikam dengan pisau, memberikan racun dalam makanan, bahkan dapat berupa diam saja dalam hal seseorang berwajib bertindak seperti tidak memberikan makan kepada seorang bayi.
Timbulnya tindak pidana materiil sempurna, tidak semata-mata digantungkan pada selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah menimbulkan akibat yang terlarang ataukah belum atau tidak. Apabila karenanya (misalnya membacok) belum mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, kejadian ini dinilai baru merupakan percobaan pembunuhan (338 jo 53),dan belum atau bukan pembunuhan secara sempurna sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 338.
Dan apabila dilihat dari sudut cara merumuskannya, maka tindak pidana materiil ada 2 macam, yakni:
1.
Tindak pidana materiil yang tidak
secara formil merumuskan tentang akibat yang dilarang itu, melainkan sudah
tersirat (terdapat) dengan sendirinya dari unsur perbuatan menghilangkan nyawa
dalam pembunuhan (338).
2.
Tindak pidana materiil yang dalam
rumusannya mencantumkan unsur perbuatan atau tingkah laku. Juga disebutkan pula
unsur akibat dari perbuatan (akibat konstitutif) misalnya pada penipuan (378)
B.
BENTUK KEJAHATAN TERHADAP NYAWA
Suatu
perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan
abstrak. Bentuk aktif, artinya mewujudkan perbuatan itu harus dengan gerakan
dari sebagian anggota tubuh, tidak boleh diam atau pasif, walaupun sekecil
apapun, misalnya memasukkan racun pada minuman, hal ini bukan termasuk bentuk
aktif, namun termasuk bentuk abstrak, karena perbuatan ini tidak menunjuk
bentuk kongkret tertentu. Oleh karena itu, dalam kenyataan yang kongkret
perbuatan itu dapat beraneka macam wujudnya, seperti apa yang telah dicontohkan
sebelumnya.
Perbuatan-perbuatan
ini harus ditambah dengan unsur kesenjangan dalam salah satu dari tiga wujud,
yaitu sebagian tujuan oog merk untuk mengadakan akibat tertentu, atau sebagai
keinsyafan kepastian akan datangnya akibat itu opzet big zekerheidsbewustzijn,
atau sebagai keinsyafan kemungkinan akan datangnya akibat itu opzet big
mogelijn heidwustzujn.
Dan oleh karena itu, tindak pidana kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan diberi atau diberi kualitatif sebagai pembunuhan, yang terdiri dari:
Dan oleh karena itu, tindak pidana kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan diberi atau diberi kualitatif sebagai pembunuhan, yang terdiri dari:
1.
Pembutuhan biasa dalam bentuk pokok
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 yang dalam rumusannya berbunyi:
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 yang dalam rumusannya berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain di pidana karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama 15 tahun”.
Dalam pasal ini terdapat unsur-unsur
yang bersifat obyektif dan subyektif, apabila kita perinci sebagai berikut:
a.
Unsur obyektif:
-Perbuatan : menghilangkan nyawa
-Obyektif : nya orang lain
b.
Unsur subyektif:
-Dengan subyektif:
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa
(orang lain) terdapat 3 syarat yang harus dipatuhi, yaitu:
1.
Adanya wujud perbuatan
2.
Adanya suatu kematian (orang lain)
3.
Adanya hubungan sebab dan akibat
(casual verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain)
Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu.
Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikan, ialah pelaksanaan perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) harus tidak lama setelah timbulnya kehendak (niat) untuk menghilangkan nyawa orang lain itu.
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau
didahului oleh tindak pidana lain Pembunuhan yang dimaksudkan ini adalah
sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 339, yang berbunyi:
“Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.”
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
“Pembunuhan yang diikuti. Disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana lain. Yang dilaksanakan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum, pidana dengan pidana penjara seumur hidup atau sementara waktu, paling lama 20 tahun.”
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Semua unsur pembunuhan (obyektif dan
subyektif) dalam pasal 338.
b.
Yang (1) diikat, (2) disertai, atau (3)
didahului oleh tindak pidana lain.
c.
Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain.
2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain.
3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana, atau untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum dari tindak pidana lain itu.
Kejahatan pasal 339, kejahatan pokoknya adalah pembunuhan, suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat pada semua unsur yang disebabkan dalam butir b dan c. Dalam dua butir itulah diletakkan sifat yang memberatkan pidana dalam bentuk pembunuhan khusus ini.
Dalam pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi 2 macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (338) dan tindak pidana lain (selain pembunuhan). Apabila pembunuhannya telah terjadi, akan tetapi tindak pidana lain ini ia belum terjadi, misalnya membunuh untuk mempersiapkan pencurian dimana pencuriannya itu belum terjadi, maka kejahatan 339 tidak terjadi.
1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain.
2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain.
3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan untuk menghindarkan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana, atau untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum dari tindak pidana lain itu.
Kejahatan pasal 339, kejahatan pokoknya adalah pembunuhan, suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat pada semua unsur yang disebabkan dalam butir b dan c. Dalam dua butir itulah diletakkan sifat yang memberatkan pidana dalam bentuk pembunuhan khusus ini.
Dalam pembunuhan yang diperberat ini sebetulnya terjadi 2 macam tindak pidana sekaligus, ialah yang satu adalah pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (338) dan tindak pidana lain (selain pembunuhan). Apabila pembunuhannya telah terjadi, akan tetapi tindak pidana lain ini ia belum terjadi, misalnya membunuh untuk mempersiapkan pencurian dimana pencuriannya itu belum terjadi, maka kejahatan 339 tidak terjadi.
C. PEMBUNUHAN
BERENCANA (MOORD)
Pembunuhan
dengan rencana lebih dulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah
pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan
terhadap nyawa manusia, hal ini diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Dari pasal tersebut, pembunuhan berencana terdiri dari unsur-unsur:
a. Unsur subyektif
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Dari pasal tersebut, pembunuhan berencana terdiri dari unsur-unsur:
a. Unsur subyektif
1.
Dengan sengaja
2.
Dan dengan rencana terlebih dahulu
b.
Unsur Obyektif
1.
Perbuatan : menghilangkan nyawa
2.
Obyeknya : nyawa orang lain.
Pembunuhan berencana terdiri dari
pembunuhan dalam arti pasal 328 ditambah dengan unsur dengan rencana terlebih
dahulu. Dibandingkan dengan pembunuhan dalam 338 maupun 339 diletakkan pada
adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu itu.
Pengertian dengan rencana lebih dahulu menurut M.V.T. pembentukan pasal 340, antara lain:
“Dengan rencana lebih dahulu”
diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan tenang. Untuk itu
sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia
akan melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya”.
Mr. M.H. Tirtaamidjaja mengatakan direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu:
Mr. M.H. Tirtaamidjaja mengatakan direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang.
Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu:
a.
Memutuskan kehendak dalam suasana
tenang
b.
Ada tersedia waktu yang cukup sejak
timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak.
c.
Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam
suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi.
Ada tenggang waktu yang cukup antara
sejak timbulnya atau diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan
kehendaknya itu. waktu yang cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur
dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian
kongkret yang berlaku.
Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.
Tiga unsur atau syarat dengan rencana lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.
Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya.
Tiga unsur atau syarat dengan rencana lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.
Pasal 340 adalah pasal pembunuhan
dengan pemberatan pidana di mana pembunuhan sebelum dilaksanakan telah
direncanakan terlebih dahulu.
D. PEMBUNUHAN
BAYI OLEH IBUNYA
Pembunuhan
bayi oleh ibunya diatur dalam pasal 341 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
“Seorang
ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau
tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah
melahirkan anak di hukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara
selama-lamanya tujuh tahun”.
Pembunuhan bayi oleh
ibunya adalah pembunuhan oleh ibunya sendiri dari seorang anak pada waktu atau
tidak lama setelah dilahirkan, dan yang didorong oleh ketakutan si ibu akan
diketahui ia telah melahirkan anak. Dalam rumusan pasal 34.
Dalam hal ini yang dapat dijatuhi hukuman adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja tidak direncanakan lebih dahulu membunuh anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan, bahwa ia sudah melahirkan anak. Kejahatan ini dinamakan makar mati atau membunuh biasa anak (kinderdoodslag).
Adapun yang dimaksud dengan pada saat dilahirkan, yakni saat atau waktu selama proses persalinan itu berlangsung, berarti betul-betul bayi tersebut di bunuh sudah dalam proses kelahirannya, dan bukan sebelumnya dan bukan pula setelahnya.
Dalam hal ini yang dapat dijatuhi hukuman adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja tidak direncanakan lebih dahulu membunuh anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan, bahwa ia sudah melahirkan anak. Kejahatan ini dinamakan makar mati atau membunuh biasa anak (kinderdoodslag).
Adapun yang dimaksud dengan pada saat dilahirkan, yakni saat atau waktu selama proses persalinan itu berlangsung, berarti betul-betul bayi tersebut di bunuh sudah dalam proses kelahirannya, dan bukan sebelumnya dan bukan pula setelahnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kejahatan terhadap nyawa adalah berupa
penyerangan terhadap nyawa orang lain. Dalam hal ini suatu kejahatan terhadap
nyawa diatur dalam pasal 338 sampai dengan 350 dengan segala macam pembunuhan.
Mengarah pada unsur obyektif, suatu
kejahatan terhadap nyawa dapat dilakukan dengan sengaja, karena kelalaian
kealpaan atau karena tindak pidana lain yang mengakibatkan kematian dan atas
dasar obyeknya suatu kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, pada nyawa
bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dan pada nyawa bayi yang
masih ada dalam kandungan itu.
Hukuman yang dapat diterima oleh pelaku
pembunuhan berbeda-beda sesuai dengan unsur yang melekat atasnya. Dengan pelaku
kejahatan ini dapat diberi hukuman:
a.
Penjara 15 tahun pada pembunuhan biasa
b.
Penjara seumur hidup atau sementara
paling lama 20 tahun pada pembunuhan untuk melakukan tindak pidana lain.
c.
Pidana mati atau penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun pada pembunuhan berencana.
d.
Penjara 7 tahun pada pembunuhan bayi
oleh ibunya
e.
Penjara 9 tahun pada pembunuhan bayi oleh
ibunya secara berencana.
f.
Penjara selama-lamanya 12 tahun pada
pembunuhan atas permintaan
DAFTAR
PUSTAKA
____________Chazawi, Adami, 2004.
Kejahatan Terhadap Nyawa, Jakarta : PT. Raja Grafindo.
____________Mampaung, Leden, 2000. Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Sinar Grafika.
____________Moeljatno, 2001. Kitab Undang-undang Pidana, Jakarta: Bumi Aksara.
____________Projodikoro, Wirjono, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Rafika Aditama.
R.M. Soeharto, 1993. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika.
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1996. Bogor: Politeia.
Sugandhi, 1981. KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.
Syarifin, Pipin, 2000. Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.
Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Djambatan.
Tresna, 1959. Azas-azas Hukum Pidana, Yogyakarta: UNPAD.
____________Mampaung, Leden, 2000. Tindak Pidana terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: Sinar Grafika.
____________Moeljatno, 2001. Kitab Undang-undang Pidana, Jakarta: Bumi Aksara.
____________Projodikoro, Wirjono, 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Rafika Aditama.
R.M. Soeharto, 1993. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika.
Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, 1996. Bogor: Politeia.
Sugandhi, 1981. KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.
Syarifin, Pipin, 2000. Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.
Tongat, 2003. Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Djambatan.
Tresna, 1959. Azas-azas Hukum Pidana, Yogyakarta: UNPAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar